Hai, Readers! Kalo dilihat dari judulnya, kira-kira saya akan membahas apa ya? Kok berbeda dari tema tulisan sebelumnya yang berbau Manajemen? Yaaaap, kali ini saya ingin mengutarakan pendapat saya tentang 'Prospek Energi di Indonesia' nih. Lebih spesifiknya energi baru terbarukan atau biasa disebut EBT. Ada yang tahu EBT itu apa? Itu lho, energi yang mampu diperbaharui dan tidak akan habis seperti air, angin, surya, biomassa, dan panas bumi. For your information, saat ini Indonesia masih berpatokan pada energi fosil – batubara. Sepenting itukah batubara? Lalu bagaimana kalau cadangan batubara habis? Gimana sih respon masyarakat kalau batubara diganti dengan EBT?
Jadi begini, readers.. Keberadaan teknologi yang semakin
berkembang melahirkan berbagai inovasi yang dapat mempermudah aktivitas
manusia, salah satunya Ojek Online –
OJOL. Seiring berjalannya waktu, ojol mulai menjamur di berbagai daerah
Indonesia nih. Tidak hanya peminat dari penggunanya, namun juga peminat untuk
menjadi driver ojol pun terus
meningkat. Hingga saat ini sudah terdapat lebih dari 2 juta pengemudi ojol. Kuantitas
driver yang cukup ‘membludak’ ini
pastinya dapat mempengaruhi ketersediaan energi yang ada di Indonesia. Sehingga
dapat dilihat bahwa driver ojol atau pun pengendara lainnya sangat
bergantung pada ketersediaan BBM (Bahan Bakar Minyak).
Pada bulan Agustus 2018, konsumsi
Pertalite naik sebanyak 37% sedangkan Premium mengalami penurunan hingga 50%. Hal
ini menunjukkan bahwa masyarakat mulai sadar untuk menggunakan bahan bakar yang
kualitasnya lebih baik untuk mesin, terutama masyarakat pengguna sepeda motor. Wah, berarti bagus dong masyarakat peka dengan keadaan sekitar, bukan hanya melihat dari sisi kantong!
Eiits, ayo lihat lebih dalam. Apabila ditinjau dari proses produksinya, Pertalite merupakan hasil bahan
bakar yang harus diimpor oleh Indonesia lho, berbeda dengan Premium. Hal ini
dikarenakan belum ada teknologi yang mampu mengembangkan proses pembuatan
energi di Indonesia. Sehingga mengharuskan negara mengimpor bahan bakar
tersebut walaupun bahan bakunya (fosil) berasal dari dalam negeri. Jika ekspor
bahan baku dan impor bahan bakar terus dilakukan, tidak menutup kemungkinan
neraca perdagangan Indonesia akan menjadi negatif. Hayo bagaimana menurut kalian, readers?
Untuk mengatasi permasalahan
ini diperlukan adanya teknologi dan peraturan dari pemerintah tentang pengalihan
energi fosil menjadi energi baru terbarukan (EBT) secara berkala. Seperti
yang diketahui bahwa Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, sehingga
mempunyai potensi besar untuk membuat EBT dan mengatasi kelangkaan sumber
daya energi yang berasal dari fosil.
Jika Indonesia berhasil mendorong produksi
EBT yang lebih ramah lingkungan, sebenarnya akan mendapat banyak dukungan dari
masyarakat nih. Dilihat dari aktivitas pengendara yang mulai jarang menggunakan
Premium dan beralih ke Pertalite (walaupun harganya lebih mahal) sudah
menunjukkan bahwa mereka juga memperhatikan kualitas, readers. Sehingga tidak
menutup kemungkinan apabila penyediaan EBT melebihi jumlah energi fosil untuk
diterapkan di Indonesia, masyarakat sangat menerima walaupun mungkin masih ada
beberapa yang enggan beralih.
Maka
prospek EBT untuk menjadi bahan bakar utama sebenarnya sangat berpeluang. Seperti
yang telah diuraikan di atas bahwa jumlah ojol yang semakin meningkat
mengharuskan Indonesia menyediakan bahan bakar yang cukup banyak juga tanpa
harus selalu mengimpor dan mulai beralih kepada EBT.
Nah, untuk menghemat energi tak terbarukan, yuk mulai dari hal keci! Kalian bisa melakukan dengan mematikan lampu jika tidak diperlukan, gunakan transportasi umum, dan yang terpenting sadarkan diri kalian. :)
Kalau ada yang ingin berpendapat, silakan tulis di kolom komentar ya. Terima kasih, readers!
Sources:
Comments
Post a Comment