Berbicara tentang manusia:
Pernah mendengar manusia yang tidak merdeka? Mungkin sebagian besar beranggapan semua manusia di zaman sekarang sudah merdeka karena 'kemerdekaan manusia' masih erat kaitannya dengan masa Nabi Muhammad SAW. Kemerdekaan manusia masih dianggap sebagai tindakan membebaskan budak – menghilangkan belenggu yang mengikatnya. Tanpa disadari ternyata di zaman sekarang justru masih banyak manusia yang belum merdeka.
Lalu apa definisi manusia merdeka seiring berjalannya zaman?
Tidak ada satu definisi pasti yang sangat tepat untuk merepresentasikan kondisi merdeka seorang manusia. Namun pada dasarnya, hal besar di dunia ini bergantung pada hal kecil.
Boleh kita renungkan sejenak?
Dalam ruang lingkup individu, merdeka merupakan hal yang sangat sederhana. Yaitu: bisa memilih keputusan sepenuhnya atas diri sendiri. Seperti memilih gaya pakaian, gaya hidup, dan lainnya. Pada ruang lingkup selanjutnya, terdapat beberapa pihak yang juga harus diperhatikan dan – tentu – semakin bertambah pertimbangan dalam memilih keputusan. Misalnya dalam ruang lingkup keluarga, keputusan pendidikan mempertimbangkan beberapa pihak (anak, ayah, ibu, dan bahkan anggota keluarga lainnya). Dalam ruang lingkup negara, seperti pertimbangan dalam memilih pemimpin menjadi hal yang lebih kompleks (latar belakang, visi, misi, dan lainnya).
Semakin hari semakin melihat bahwa kemerdekaan seorang manusia menjadi hal yang cukup sulit untuk diwujudkan. Keputusan yang seharusnya dititikberatkan pada kondisi dan kesesuaian diri, justru didominasi oleh orang yang memiliki kendali. Sebagai manusia, perbedaan merupakan hal yang sangat nyata karena Tuhan menciptakan manusia dengan bentuk yang berbeda – fisik, karakter, sifat, kebutuhan, dan pemikiran. Lalu bukankah seharusnya perbedaan keputusan menjadi hal yang wajar tanpa perlu dipaksakan?
Manusia mempunyai dua sisi: mempengaruhi dan dipengaruhi. Kodratnya setiap individu memiliki hak untuk memberikan pendapat, namun bukan berarti berhak memaksakan kehendak. Setiap individu juga memiliki hak untuk menerima pendapat, namun bukan berarti berhak untuk mewujudkan kehendak. Penerimaan dan penolakan merupakan hal yang wajar karena manusia harus bersabar.
Terkadang berpikir, apakah keputusan yang dibuat sudah rasional? Apakah keputusan yang sudah dibuat mempunyai manfaat? Keputusan seorang manusia untuk dirinya sendiri seharusnya mampu untuk medukung dan menyelamatkan diri, bukan justru dipaksakan oleh pihak yang mendominasi.
Dan... untuk menjadi manusia, kita tidak berhak untuk memaksakan kehendak – baik kehendak diri sendiri dan kehendak orang lain. Untuk menjadi manusia, kita tidak boleh sepenuhnya kecewa terhadap keputusan – baik keputusan diri sendiri dan keputusan orang lain.
Sejatinya segala hal di dunia ini telah sesuai dengan kehendak-Nya.
Comments
Post a Comment