Korupsi merupakan
salah satu hal yang rawan terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun
2018 terdapat kasus korupsi sebanyak 454 dengan 1.087 tersangka. Walaupun
jumlah ini tidak sebanyak tahun sebelumnya, namun perlu diperhatikan bahwa dalam
daftar tersangka tindak pidana korupsi, sektor swasta menduduki peringkat kedua
terbesar setelah anggota legislatif yaitu sebanyak 198 orang, dimana jumlah tersangka
anggota legislatif 205 orang. (Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2018).
Keadaan ini menumbangkan
pemikiran rakyat tentang fokus pemberantasan kasus korupsi yang ditekankan
untuk mengawasi tindakan para politikus. Memang benar adanya bahwa politik memegang
urutan teratas. Namun apabila ditelaah lebih dalam, sektor swasta seperti
korporasi mempunyai peran yang tidak kalah penting untuk negara Indonesia.
Adanya korporasi mampu menopang tingkat perekonomian negara menjadi lebih baik,
tentunya hal ini dapat terwujud apabila komponen penyusun korporasi mempunyai
integritas yang tinggi. Akan tetapi, berdasarkan data di atas telah menunjukkan bahwa
masih banyak sektor swasta yang melakukan tindak pidana korupsi. Sehingga
apabila hal ini terus dibiarkan, akan berdampak pada kondisi perekonomian
Indonesia yang cenderung menurun akibat terganggunya proses pekerjaan di dalam
korporasi tersebut. Untuk mengatasi tindakan korupsi yang dilakukan oleh korporasi,
Indonesia telah membuat hukum seperti UU No. 20 Tahun 2001 yang membahas
tentang aturan larangan serta ancaman pidana bagi korporasi yang melakukan
korupsi. Tidak hanya itu, sebagai penegasan terhadap undang-undang yang
berkaitan dengan tindakan korupsi korporasi, Mahkamah Agung membuat peraturan
tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi (Perma No. 13
Tahun 2016). Hal ini menggambarkan bahwa Indonesia telah memperhatikan dan
mengawasi kasus korupsi yang berasal dari segala bidang, tidak hanya dari ruang
politik yang kerap dijadikan fokus pembahasan oleh rakyat.
Berbagai peraturan
telah dibuat oleh Indonesia, namun hasil survei Transparency International Indonesia (TII) dengan sampel 100
perusahaan besar menyatakan bahwa terdapat 68% pimpinan perusahaan yang tidak
memiliki komitmen antikorupsi, 73% perusahaan tidak menegaskan aturan larangan
uang pelicin, dan 71% perusahaan tidak membuat dan menerapkan peraturan antikorupsi.
Hasil survei tersebut dapat menjadi acuan untuk melihat seberapa murni transaksi
yang terjadi di dalam korporasi. Peran pemerintah dengan segala instrumennya
tidak cukup untuk mengatasi pencegahan dan tindakan korupsi, dibutuhkan beberapa
aksi yang berasal dari internal maupun eksternal korporasi.
Terdapat beberapa faktor
internal yang dapat dijadikan upaya peningkatan antikorupsi. Pertama, penguatan peraturan secara
internal dimana pemimpin korporasi sangat berpengaruh terhadap jalannya aturan.
Maka dari itu, seorang pemimpin dituntut untuk memiliki kesadaran dan
integritas yang tinggi. Tidak hanya pemimpin, teman sejawat dalam pekerjaan
juga dapat saling mempengaruhi tindakan. Sehingga penguatan peraturan antikorupsi
mampu berjalan apabila terdapat komitmen yang berkesinambungan untuk menjadi
energi dalam praktik bisnis di korporasi tersebut. Kedua, mengadakan pelatihan antikorupsi kepada seluruh bagian
korporasi. Dalam era ini seringkali diadakan pelatihan untuk meningkatkan
kinerja, namun sebagian besar tujuan pelatihan tersebut menitikberatkan kepada
strategi bersaing dengan kompetitor sehingga mengabaikan pentingnya antikorupsi.
Ketiga, membuat sistem manajemen yang
lebih kuat sesuai dengan budaya korporasi. Tindakan korupsi dapat disebabkan
karena adanya celah dalam sistem korporasi tersebut yang kemudian dijadikan
peluang. Maka perlu dilakukan pembaharuan sistem baik berupa aturan ataupun
teknologi yang mampu meminimalisir kecurangan dalam korporasi. Akan tetapi yang
perlu diperhatikan dalam poin ini adalah menyesuaikan sistem tersebut dengan
budaya perusahaan dan hubungan antar-pekerja agar tetap tercipta kenyamanan
dalam bekerja. Kemudian dari faktor eksternal yaitu melalui hubungan korporasi
dengan dunia luar dalam melakukan transaksi seperti kepada supplier, agen, pemegang saham, dll. Secara tidak langsung, rakyat
yang tidak bekerja pada korporasi tersebut dapat berperan terhadap penegakan
antikorupsi.
Sebagai warga negara
Indonesia yang memiliki kewajiban menjaga keutuhan bangsa dan negara, dituntut
untuk turut andil dalam menegakkan tindakan antikorupsi dari berbagai bidang
dan tidak terfokus kepada satu titik saja.
Sources:
Sources:
Mantappp mbakk artikelnya,
ReplyDeleteGood luck ✊
Thankyou, Yazid! 😁
DeleteAlhamdulillah, sama-sama 😊
ReplyDelete